Oleh Uldan Tajri
“Untuk bisa bekerja efektif, Ideologi membutuhkan kader, Ideologi membutuhkan pemimpin, Ideologi membutuhkan aturan bermain, Ideologi membutuhkan kebijakan, Ideologi membutuhkan Program yang merakyat, Ideologi membutuhkan sumber daya”
( Megawati Soekarnoputri Pidato Pembukaan Kongres III PDI Perjuangan 2010)
Salah satu ungkapan Bung Karno mengenai kekuasan (politik) bahwa selama rakyat belum mencapai kekuasaan politik atas negerinya sendiri, maka sebagian atau semua syarat-syarat hidupnya, baik ekonomi maupun sosial maupun politik diperuntukkan bagi kepentingan-kepentingan yang bukan kepentingannya, bahkan bertentangan dengan kepentingannya. Kondisi ini tentu saja bukan sekedar ungkapan akan tetapi sebagai pengingat terhadap individu-individu yang beraktivitas dan memainkan peran dalam arena politik. Politik tidak lain merupakan satu ruang dalam kehidupan sosial yang berkaitan dengan proses untuk menentukan dan mengambil keputusan serta melaksanakan keputusan-keputusan.
Salah satu wadah sebagai tempat para individu-individu melakukan pengabilan-pengambilan keputusan yang memainkan peran kunci yakni partai politik. Sebagai organisasi politik, partai selalu di identikan dengan ideologi atau paham yang di amini dan kemudian menjadi tindakan kongkret partai politik itu sendiri. Partai politik sebagai organisasi mengadaikan adanya individu-individu yang tidak hanya menerima peranan yang ada namun bisa juga melakukan perubahan yang baru serta tanggap terhadap situasi yang ada diluar dirinya sesuai dengan paham yang di yakini.
Individu-individu inilah yang kemudian menjadi penggerak perubahan terutama dalam partai politik. Tanpa itu partai hanyalah organisasi yang mati dan perubahan tidak akan pernah terjadi. Kesadaran ini seharusnya menjadi kesadaran bersama setiap individu (kader) partai yang bergulat di ruang politik. Kader secara sederhana bisa diterjemahkan yakni individu-individu yang memiliki kemapuan untuk mengkombinasikan ideologi dengan organisasi, teori dan praktek dalam pengorganisiran masyarakat untuk menuju perubahan. Kerja ideologis mengadaikan bahwa setiap kader penggerak memiliki kemapuan membaca konteks atau keadaan baik secara kultural maupun struktural, sehingga mampu memanfaatkan dan memaksimalkan sumberdaya yang dimiliki partai demi terwujudnya perubahan, sehingga politik sebagai tindakan tidak terjebak dalam pola-pola pragmatis.
Sehingga mimpi memiliki kader dengan kualitas baru; kader yang mampu merubah diri; kader yang melengkapi diri dengan senjata ideologi, kesadaran politik yang tinggi, dan ketrampilan organisasi yang baik, serta komitmen yang terjaga terutama untuk bekerja di tengah massa; kader yang dapat dengan jernih membedakan antara kepentingan pribadi dan mengutamakan kepentingan jangka panjang, untuk memperkuat basis dan memperhebat kerja-kerja partai di tengah rakyat.
*) Penulis merupakan Kepala Bidang Ideologi Dan Stategis BADIKLATDA PDI Perjuangan DIY

Oleh Susanto SBR
Jogja ...Jogja... Tetap Istimewa......
Istimewa negerinya, istimewa orangnya...
Jogja ...Jogja... Tetap Istimewa......
Jogja istimewa, untuk Indonesia
Bait lirik lagu hiphop besutan Kill The Dj ini seakan masih terngiang ditelinga masyarakat jogja. Lagu yang menjadi themesong perjuangan keistimewaan DIY ini menjadi viral dan mampu menyatukan harapan warga yogyakarta saat polemik pembahasan UU Keistimewaan DIY delapan tahun yang lalu.
Tanggal 31 Agustus kini menjadi tanggal yang bersejarah bagi warga Yogyakarta. Pasalnya pada tanggal tersebut tertancap tonggak sejarah baru bagi Keistimewaan Yogyakarta. Setelah melalui pergumulan yang panjang dan gegap gempita masyarakat Yogyakarta akhrnya pada tanggal 31 Agustus 2012 ditetapkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
Dan kini di tahun 2021, sewindu lebih perjalanan Keistimewaan Yogyakarta penuh dengan dinamika dan diskursus yang bersifat evaluatif. Delapan tahun adalah waktu yang cukup untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan UUK DIY agar tetap berjalan diatas rel harapan awal masyarakat Yogyakarta pada perjuangan mengawal keistimewaan.
Saat menyampaikan Sapa Aruh tanggal 31 Agustus 2020 lalu, Sri Sultan mengungkapkan bahwa Pengesahan UUK DIY bersumber dari peristiwa bersejarah di mana dua kerajaan merdeka memandatkan diri bergabung dengan NKRI yang masih muda. Peristiwa itu juga dapat dimaknai pergeseran peradaban monarki ke demokrasi.
Dalam kesempatan tersebut, Ngarsa Dalem juga mengungkapkan bahwa sewindu keistimewaan ini merupakan momentum bagi warga DIY untuk berefleksi dan introspeksi secara kritis, aktif dan berkelanjutan.
Tujuannya agar kita semua mampu menemukan ide-ide inovatif, transformatif dan memiliki perspektif peradaban ke masa depan dengan tujuan utama yaitu kesejahteraan segenap rakyat DIY yang gradasinya semakin meningkat secara berkelanjutan.
Gradasi kesejahteraan yang dimaksud Ngarsa Dalam kemungkinan berasal dari index gini ratio DIY yang menurut BPS pada bulan maret 2020 mencapai angka 0,434 meningkat dari posisi september 2019 yaitu pada angka 0,428. Dengan angka tersebut, gini ratio DIY berada pada posisi tertinggi pada tahun 2020 dibanding provinsi yang lain di Indonesia.
Akibat ranking gini ratio tertinggi ini, banyak kritik warga yang disampaikan secara langsung maupun melalui media terutama media sosial. Artinya bahwa dengan berjalannya Keistimewaan DIY yang berkonsekuensi mengalirnya tambahan anggaran berupa Dana Keistimewaan belumlah mendongkrak perekonomian warga, dan justru meningkatkan angka ketimpangan tersebut.
Pihak Pemerintah DIY pun juga terbuka terhadap kritik tersebut ditandai dengan isi sambutan Sri Sultan yang mengharapkan adanya proses reflektif yang konstruktif dari semua pihak khususnya aparatur pemerintah daerah.
Dengan signal kuat dari Ngarsa Dalem yang membuka diri akan kritik dan masukan tersebut, maka harapannya hal ini disambut baik oleh seluruh komponen masyarakat Yogyakarta untuk memberikan ide dan gagasan yang transformatif untuk meningkatkan efektifitas Dana Keistimewaan agar kesehateraan masyarakat Yogyakarta semakin meningkat dan mengurangi jurang ketimpangan sosial ekonomi.
Sebagai perwujudan slogan “holopis kuntul baris” sepatutnya kita warga yogyakarta untuk memberikan kontribusi apapun sesuai dengan kompetensi masing-masing guna memberi warna bagi Keistimewaan Yogyakarta agar lebih efektif meningkatkan kesejahteraan rakyat Yogyakarta tanpa meninggalkan upaya pelestarian sejarah dan budaya Yogyakarta.
*tulisan ini pernah dipublikasikan di kompasiana.com dg beberapa perbaikan redaksional oleh penulis
** Penulis adalah Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi/Kepala Badiklatda PDI Perjuangan DIY
